Status FTZ Solusi Kembangkan Daerah Perbatasan

    22
    JAKARTA (Bisnisjakarta)-
    Salah satu solusi untuk mengembangkan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat di daerah perbatasan adalah dengan memberikan status Kawasan Perdagangan Bebas (Free Trade Zone) untuk daerah perbatasan. Penegasan disampaikan anggota DPD RI Abraham Paul Liyanto dalam diskusi dengan tema 'Strategi Membangun Perbatasan sebagai Beranda Indonesia'  di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (27/11).

    Hadir pembicara lainnya anggota DPD RI dari daerah pemilihan Riau Edwin Saputra, anggota DPR Mardani Ali Sera  dan Sekretaris Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP) Suhajar Diantoro.

    Dengan status itu, Abraham berharap perekonomian di daerah perbatasan bisa terus tumbuh. "Saya lihat di Thailand, di Singapura yang namanya perbatasan itu ada yang namanya FTZ (Free Trade Zone). Ssaya dari NTT yang kebetulan ada daerah perbatasannya selalu minta agar daerah perbatasan diberi FTZ," ucap Abraham.

    Harus diakui, menurut senator asal Nusa Tenggara Timur (NTT) tersebut bahwa perekonomian masyarakat di daerah perbatasan saat ini sangat lemah, pembangunanya pun tertinggal serta banyak daerahnya menyandang status daerah termiskin. "Jadi kasih UKM-UKM kita berdagang di situ (daerah perbatasan) dengan bebas pajak 10 %. Itu sudah bikin hidup. Jangan agen-agen besar termasuk agen minyak, beras, gula yang diberi akses ke sana. Tapi kasihlah ke UKM-UKM yang berjualan  di situ dengan bebas pajak 10%," tegas Abraham.

    Baca Juga :   Tak Ada Kerugian Negara, Emirsyah Satar Minta Keringanan Hukuman

    Selain itu, ia juga mendorong agar dibuat kemudahan bagi pabrik-pabrik untuk mendirikan perusahaan di daerah perbatasan. "Maka di situlah fungsi daerah perbatasan sebagai berandanya Indonesia dapat berfungsi baik," ucap Abraham.

    Senada, senator asal Riaa Edwin Saputra juga berharap pentingnya pemberdayaan daeran perbatasan. Edwin berharap, pemerintah dapat membekali masyarakat di daerah perbatasan sesuai dengan tipikal daerah  dan karakter masyarakat setempat.

    Misalnya untuk daerah-daerah yang cocok untuk dibangun pertanian dan perkebunan maka masyaraktnya dibekali ilmu pertanian dan perkebunan, agar mereka bisa bertani dan berkebun.

    Selain itu, dari sisi kewenangan, Edwin berharap BNPP perlu dibekali payung hukum yang lebih baik lagi dalam mengelola daerah-daerah perbatasan. "Payung hukum Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP) juga perlu ditingkatkan sebagai badan yang bertugas khusus di daerah perbatasan. Pembangunan telekonomikasi radio dan televisi agar masyarakat memiliki nasionalisme yang tinggi. Mengapa? Selama ini mereka banyak menonton dan mendengar dari Malaysia, Singapura dan lain-lain," imbuhnya.

    Baca Juga :   Masalah Lingkungan Menjadi Perhatian Utama Pariwisata

    Sementara itu, Sekretaris BNPP Suhajar Diantoro mengatakan pemerintah sangat serius membangun daerah perbatasan. Hal itu bisa ditunujukan dengan pembangunan seluas 2000 km daerah perbatasan di Kalimantan, KemenPUPR sudah membangun jalan sepanjang 1.700 Km. Baik yang sudah dibangun, sedang dibangun maupun yang sedang dibuka. "Tinggal 300 km. Semoga tahun 2020 seluruh infrastruktur di perbatasan sudah selesai," ungkapnya.

    Jalan sepanjang 2.000 Km itu meliputi Entikong, Sambas, Badau, Bengkayang, Sanggau Ledo, Kapuas (Kalimantan Barat), dan Payau, Babakan, Berau (Kalimantan Timur), dan ke Timur ada Guinea Baru, perbatasan Papua dengan Papua Neugini, Australia, dan lain-lain. "Selain infrastruktur jalan, ada juga pembangunan bandara dan pelabuhan. Dan, pembangunan massif itu akan cepat selesai jika diukung oleh 4 sumber dana; Pemda Pemrovinsi, Kabupaten, APBN dan swasta. Jika keempat itu tak bergerak, maka perlu CSR atau insentif dari perusahaan," tegasnya. (har)