Wakil Ketua Komisi II DPR Arwani Thomafi mengungkapkan idealnya pilkada langsung oleh rakyat cukup dilaksanakan di tingkat provinsi yang jumlahnya hanya 34 provinsi, sedangkan untuk pemilihan bupati/walikota di tingkat kabupaten/kota bisa dipilih oleh DPRD. "Sebenarnya kalau yang lebih tepat secara efisien, kebersamaan itu, Pilkada Serentak itu lebih pas di tingkat provinsi," ucap Arwani di Gedung DPR Jakarta, Kamis (14/11).
Arwani berpandangan usulan Mendagri Tito Karnavian untuk mengevaluasi pilkada langsung merupakan suatu yang wajar dan perlu diapresiasi. "Usulan Pak Tito Karnavian memang mengejutkan. Tapi, bagaimana pun perjalanan pilkada langsung yang sarat money politic, beban biaya yang sangat besar, kongkalikong kepala daerah dengan pengusaha – pemodal, ada 127 kepala daerah kena kasus hukum. Ini memang harus dievaluasi,” ucap Arwani.
Lebih jauh, Arwani mengungkapkan mengenai rencana revisi UU Pilkada, Komisi II masih membahasnya bersama dengan Badan Legislasi (Baleg) DPR. Salah satu opsi yang muncul adalah keinginan dari anggota Komisi DPR yang membidangi pemerintahan dalam negeri itu agar revisi UU masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2020. "Kemarin dalam rapat internal komisi II, revisi UU Pilkada itu diusulkan dan kita sampaikan ke Baleg nantinya," ujarnya.
Ketua Komite II DPD RI, Agustin Teras Narang mengakui pilkada langsung membutuhkan biaya sangat besar. Mantan Gubernur Kalimantan Tengah dua periode ini mencontoh, pada penyelenggaraan pilkada lalu, kas daerah yang dipimpinnya harus merogoh APBD sebesar Rp 328 miliar untuk penyelenggaraan Pilkada Gubernur dan Pilkada Bupati. "Kita mesti berpikir obyektif dan jujur, kalau ini diteruskan, maka hanya para pemodal yang akan menjadi kepala daerah," kata Teras Narang.
Hal yang patut menjadi perhatian, kata Teras Narang adalah adanya keterkaitan antara biaya politik mahal pilkada dengan banyaknya kepala daerah terjerat kasus hukum. Sehingga pelaksanaan pilkada tidak berbanding lurus dengan tujuan demokrasi yaitu untuk kesejahteraan rakyat.
Lebih jauh, ia menegaskan jika ada pihak-pihak yang khawatir adanya politik uang anggota DPRD apabila pilkada diubah dari langsung oleh rakyat menjadi dipilih oleh DPRD, maka solusinya adalah pengawasan ketat. "Jadi, mari kita awasi bersama anggota DPRD kalau pilkada oleh DPRD," tegasnya. (har)