Hasil dari pokok-pokok pertemuan konsultasi DPR dengan BPK itupun disampaikan BAKN sebagai bahan diskusi dengan tema 'Sinergi Laporan DPR dan Telaah BPK soal Dana Desa dan LKPP 2014-2018?'.
Andreas menambahkan nantinya SKB akan dibuat oleh lembaga terkait antara lain kementerian dalam negeri, kementerian Desa, Bappenas, kementerian keuangan, LKPP, lembaga kebijakan pengadaan Barang dan jasa sampai aparat penegak hukum baik kejaksaan maupun kepolisian.
Dengan demikian, SKB akan menjadi acuan bagi kepala desa maupun petugas kepala desa maupun pendamping desa yang akan mengelola dana sebesar Rp 1 miliar per desa itu. "Jadi kepala desa tidak lagi bingung karena ada keputusan Menteri PDT, ada kementerian dalam negeri sehingga kurang sinkron," urainya.
Hal lain yang juga diputuskan adalah nantinya pelaporan dibuat dalam satu sistem standar akuntansi desa. "Jadi nggak ada lagi pemerintah daerah yang pakai sistem keuangan desa yang lainnya. Semua dalam satu sistem yang terintegrasi," sebut anggota Komisi XI DPR dari Fraksi PDI Perjuangan ini.
Selain itu, ke depan disepakati masalah pembinaan sumber daya manusia (SDM) yang selama ini dianggap menjadi kendala utamanya akan menjadi fokus perhatian. Diakui Andreas dari 74.000 desa masing-masing memiliki variasi dan kemampuan SDM yang beragam.
Ia berharap dengan perbaikan aturan dan program, maka konsep pembinaan lebih dikedepankan daripada penindakan. "Jangan sampai dana desa yang tujuannya untuk memberdayakan masyarakat desa malah menjadi bumerang dengan banyaknya kepala-kepala desa yang kemudian terkena masalah hukum," ujarnya.
Anggota BAKN lainnya Willgo Zainar mengakui pelaporan dana desa mendapat perhatian utama BPK selaku auditor negara karena dianilai tidak sesuai dengan prinsip akuntabilitas negara. "Persoalannya apakah temuan BPK itu akibat mis adminiastrasi atau karena memang ketidakpahaman kepala desa," ungkapnya.
Anggota XI DPR dari Fraksi Partai Gerindra ini mengatakan rapat konsultasi dengan BPK juga menyepakati berbagai persoalan pelaporan yang berdampak pada masalah hukum tidak serta merta langsung ditindaklanjuti oleh aparat penegak hukum. "Akibatnya sebagian kepala desa merasakan sangat kuatir dalam menggunakan dana desa bahkan ada juga yang berpikir lebih baik tidak ada lagi dana Desa seperti ini, mending seperti dulu lewat pemerintah daerah," ungkap Willgo. (har)