Industri MRO Berpotensi Kehilangan 2 Miliar Dolar

87

JAKARTA (Bisnis Jakarta) – Industri perawatan pesawat (maintenance, repair and overhaul/ MRO) berpotensi kehilangan pendapatan 2 miliar dolar AS dalam lima tahun mendatang apabila kapasitas dan kapabilitas dalam negeri tidak ditingkatkan.

Ketua Umum Asosiasi Layanan Perawatan Pesawat Indonesia (Iamsa) Richard Budihadianto di sela-sela konferensi Aviation MRO Indonesia (Amroi) di Jakarta, Rabu (13/9) menyebutkan dalam setahunnya biaya yang dikeluarkan semua maskapai di Indonesia untuk perawatan pesawat mencapai 1 miliar dolar AS. “Sementara, nilai yang bisa diserap, tidak lebih dari 35 persen, padahal pertumbuhan pasar akan menjadi ‘double’ 2 miliar dolar AS dalam lima tahun mendatang seiring dengan peningkatan pemesanan pesawat bagi maskapai,” katanya.

Richard mengatakan keterbatasan kapasitas perawatan pesawat merupakan kendala tidak terserapnya pasar domestik, sementara itu pertumbuhan pesawat begitu cepat.

Dia menuturkan hal itu disebabkan kurangnnya sumber daya manusia di bidang perawatan pesawat, selain pembangunan fasilitas MRO. “Membangun MRO butuh waktu lama, tapi paling dua atau tiga tahun, tetapi untuk mempercepat SDM dengan kemampuan mumpuni setidaknya membutuhkan waktu lima tahun,” katanya.

Baca Juga :   Ajak Masyarakat Kreatif, KAI Prakarsai Lomba Menulis

Ricahard menyarankan untuk memperbanyak sekolah teknik pesawat serta didukung dengan tempat praktik untuk menerima lulusan tersebut. “Politeknik yang punya jurusan aviasi ini sangat sedikit, sekitar 24 orang satu kelas, lulusan hanya 200 orang per tahun, padahal butuhnya sampai 1.000 orang per tahun,” katanya.

Dia menjelaskan apabila industri MRO ingin benar-benar menyerap potensi 2 miliar dolar AS tersebut, maka diperlukan kerja sama antara perusahaan MRO dengan politeknik. “GMF waktu itu kerja sama dengan tiga tingkatan di politeknik, industri dilibatkan dari awal agar tenaga kerja terserap,” katanya.

Dia menjelaskan lulusan politeknik penerbangan harus memiliki sertifikat “approved maintenance training organization” (Amto) yang dikeluarkan oleh Direktorat Kelaikudaraan dan Pengoperasian Pesawat Udara (DKUPPU) Kementerian Perhubungan. “Misalnya kerja sama dengan lima politeknik, mereka buat program Amto dengan GMF atas seizin DKUPPU,” katanya.

Dalam kesempatan sama, Direktur Kelaikudaraan dan Pengoperasian Pesawat Udara Kemenhub Muzaffar Ismail mengatakan pemerintah sudah membuka untuk Amto bagi swasta sesuai dengan peraturan keselamatan penerbangan sipil (CASR) 174. “Artinya, pemerintah sudah buka, itu enggak terbatas untuk pemerintah (BUMN), swasta juga bisa masuk,” katanya. (son/ant)

Baca Juga :   Ayo Menari, Kenali Fibrilasi Atrium Sejak Dini